Trik-puncak-produksi-tinggi

Kamis, 13 April 2017

PENYAKIT GUMBORO BIKIN KERUGIAN PETERNAK SEMAKIN BENGKAK

Tidak banyak penyakit pada unggas yang mempunyai ciri khusus (patognomonis) yang bisa dijadikan patokan dalam menentukan diagnosis, salah satu dari yang tidak banyak itu adalah penyakit gomboro atau Infectious Bursal Disease.
CIRI KHUSUS dari penyakit ini adalah adanya pembengkakan pada organ bursa fabricius, jika sudah terkena penyakit ini, kemungkinan besar peternak mengalami kerugian besar, karena penyakit ini mempunyai tingkat kematian yang tinggi. Sehingga kerugian bisnis yang dialami peternak semakin bengkak.
Penyakit gumboro ini disebabkan oleh virus kelompok RNA dari famili Bimaviridae. Kelompok virus famili ini memiliki asam nukleat beruntai ganda dengan dua segmen yang berbeda, serta tidak beramplop.
Terdapat dua serotype virus IBD:
  • Serotype 1 bersifat patogenik (ganas) pada unggas.
  • Serotype 2 tidak patogenik dan tidak ditemukan pada ayam dan kalkun.
 Virus IBD strain ganas telah ditemukan di Asia termasuk Indonesia. Keberadaan penyakit ini baik pada ayam pedaging maupun petelur telah menyebabkan kerugian yang sangat besar, kerugian tersebut karena IBD bersifat akut dengan angka sakit mencapai 10-90%, sedang tingkat kematian mecapai 5-50%. Jika terjadi infeksi skunder, maka tingkat kematian akan lebih tinggi.

Waspada penularan Gumboro
Virus penyebab penyakit ini bersifat sangat menular, resisten di dalam lingkungan kandang. Kandang yang pernah ditempati oleh positif gumboro, akan tetap infeksius untuk ayam lain, selama 54-122 hari setelah ayam sakit, dikeluarkan dari kandang tersebut.
Sedang sisi pakan, air minum serta kotoran yang berasal dari kandang itu, masih bersifat infeksius selama 52 hari.
Penularan penyakit IBD terjadi secara horisontal melaluhi kontak langsung antara ayam sakit dengan ayam yang sehat dalam satu kandang. Virus IBD dapat ditemukan di dalam leleran tubuh dan kotoran ayam yang terinfeksi, maka penularanya dapat terjadi secara langsung melaluhi kontak antara ayam yang sakit dengan ayam yang peka.
Disamping itu penularan juga bisa terjadi secara tidak langsung melaluhi pakan, minuman, peralatan kandang, alat transportasi atau pekerja yang tercemar virus IBD.
Penularan juga dapat terjadi melaluhi udara yang tercemar debu atau partikel yang mengandung virus gumboro.
Virus gumboro disekeresikan melaluhi feses 24-48 jam setelah ayam terinfeksi.
Virus penyakit gumboro menginfeksi ayam secara peroral (melaluhi mulut) ikut bersama pakan atau air minum yang telah tercemar virus kemudian menuju saluran pencernaan. Disaluran pencernaan virus menginfeksi makrofaq dan sel limfosit dari deudenum, jejenum dan sekum dalam waktu 4-5 jam setelah infeksi.
Setelah 5 jam virus akan mencapai hati melaluhi vena porta dan mengakibatkan viremia primer. Dalam kurun waktu kurang lebih 11 jam setelah infeksi, virus dapat ditemukan pada sel limfoid bursa, namun virus tidak ditemukan pada sel limfoid jaringan lain. Virus yang telah dilepaskan dari jaringan bursa akan menyebabkan terjadinya viremia sekunder yang ditandai dengan mulai ditemukanya virus pada beberapa jaringan lain seperti pada lien, timus dan bursa.
Lingkungan mikro pada bursa fabrisius yang mendukung berpengaruh positif bagi replikasi virus karena tersedianya sel-sel yang permisif dalam jumlah yang besar. Replikasi virus IBD dalam bursa fabrisius mengakibatkan kerusakan sel-sel calon pembentuk anti bodi. Akibatnya terjadi penekanan respon immun humorial preimer yang berat pada ayam. Pengaruh immunosupresi tersebut menyebabkan ayam lebih peka terhadap berbagai infeksi, kurang memberikan respon terhadap vaksinasi. Sifat immunosupresi ini juga telah dilaporkan oleh beberapa peneliti pada penggunaan vaksin IBD aktif. Kejadian tersebut kemungkinan disebabkan oleh karena proses atenuasi secara sempurna virus penyakit IBD pada pembuatan vaksin aktif sangat sulit dilakukan.
Infeksi yang besifat mematikan biasanya terjadi pada umur 3-6 minggu pada saat bursa fabrisius mencapai perkembangan maksimum. ayam pedaging yang berumur 4 minggu bersifat lebih peka terhadap penyakit IBD dibandingkan dengan ayam pedaging umur 3 dan 5 minggu. 
Pada anak ayam umur 2 minggu infeksi virus IBD akan bersifat subklinis.

Gejala penyakit gumboro pada ayam yang berumur 3-6 minggu diantaranya terjadi diare, berak berwarana putih seperti pasta, ayam sering mematuk dubur sendiri, dan mengantuk. Selain itu terjadi pembengkakan di bursa fabrisius yang bentuknya bisa mencapai 2-3 kali bentuk normal dan terjadi penurunan tingkat kekebalan. Jika organ bursa disayat, akan tampak pendarahan. Pada kasus kronis, justru bursa mengecil, jika disayat, dapat ditemui cairan di antara lipatan bursa.

Sedang pada kasus sangat akut, di lapangan sering terjadi perdarahan di bagian paha dan otot bagian dada. Namun perdarahan tersebut bukan ciri spesifik karena pada kasus malaria unggas juga dapat ditemukan luka mirip dengan luka pada gumboro, serta terdapat sambungan antara pangkal saluran pencernaan dengan ampela. Pembengkakan bagian ginjal merupakan gejala lain dari penyakit ini.

Beberapa penyakit yang mempunyai gejala sangat mirip dengan gumboro diantaranya : New Castle Disease, Coccidiosis, stunting syndrome, Chicken Infectious Anemia, mikotoksikosis, Infectious Bronchitis yang neprophatogenik. Penegakan diagnosa bisa dilakukan dengan pemeriksaan Phatologi  Anatomi (PA) terdapat perubahan phatologik yang terjadi pada ayam, yakni perubahan patognomonis dari penyakit ini adalah adanya perubahan pada organ bursa fabrisius. Pemeriksaan PA dilanjutkan pemeriksaan histopatologi. Diagnosa IBD dengan histopatologi berdasarkan adanya temuan lesi-lesi pada bursa fabrisius. Dapat juga dengan melakukan uji serologi seperti ELIZA (Enzyme Linked Imunosorbent Assay), AGPT ( Agar Gell Preciptation Test ), uji netralisasi. 

Pencegahan bisa dilakukan dengan cara memberikan vaksinasi gumboro dimulai dari ayam induk  dengan menggunakan vaksin hidup  yang diikuti dengan vaksin mati sebagai penguat. Vaksinasi pada ayam breeding ketika masa pertumbuhan dan dewasa bisa meningkatkan sistem kekebalan induk pada anak ayam. Di sisi lain seringkali terjadi kasus bahwa vaksin dapat mengakibatkan kerusakan pada bursa dan melemahkan sistem kekebalan ayam. Vaksinasi pada ayam petelur dan pedaging umumnya menggunakan vaksin hidup strain lemah (mild) atau sedang (intermediate).


Sumber: PI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar